Pages

Ads 468x60px

Senin, 17 September 2012

Renungan : Kebahagiaan Dunia Rawan Binasa

Apa sih yang akan kita lakukan pertama kali saat ada musibah atau kesusahan yang melanda kita? Misalkan saja, saat ada masalah dengan kondisi finansial, uang yang dimiliki terbatas, padahal kebutuhan kita yang mendesak sangatlah banyak. Akan kita mengasihani diri kita sendiri? Mengatakan bahwa diri kita adalah orang yang paling sengsara di muka bumi ini?

Aku jadi teringat dengan suatu buku biografi yang menceritakan tentang kisah hidupnya saat kuliah di luar negeri. Dia mengatakan bahwa dia berasal dari keluarga kurang mampu yang hidup pas-pasan, tidak ada pikiran sedikitpun sebelumnya untuk kuliah di luar negeri, bahkan jalan-jalan keluar negeri saja hanya bisa dihitung dengan jari saja. Kehidupan saat dia kuliah digambarkan dengan gambaran yang sungguh menyengsarakan. 

Kemudian seorang temanku berkomentar,
'Sebenarnya orang yang diceritakan pada biografi itu pada dasarnya orang mampu, buktinya udah sekian kali dia jalan-jalan keluar negeri, kenapa dia menceritakan kehidupan keluarganya dengan kata 'pas-pasan' ya? Sedangkan aku saja belum pernah sekalipun keluar negeri, dan aku bersyukur dengan kehidupan ini.'
Pada dasarnya permasalahan yang dimiliki oleh masing-masing orang berbeda-beda kan? Allah akan menguji hambanya sesuai dengan kemampuan hambanya itu sendiri, tidak lebih. Satu permasalahan bisa dinilai secara berbeda oleh masing-masing orang. Ada yang mengatakan 'itu bukanlah suatu permasalahan yang besar', ada pula yang mengatakan 'ohh.. betapa permasalahan ini membuatku tersiksa dan sengsara'.

Kebanyakan orang akan berserah diri kepada Allah dan akan memohon pertolongan dan petunjuk Allah saat tertimpa suatu musibah atau permasalahan. Itu adalah tindakan yang tepat. Ingat tidak tindakan tersebut sudah seringkali kita nyatakan pada setiap bacaan Al Fatihah pada sholat 5 waktu kita.

 [1:5] Hanya Engkaulah yang kami sembah,6 dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.7

Kata na'budu diambil dari kata ibaadat, yakni kepatuhan dan ketundukan yang ditimbukan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah memiliki kekuasaan yang mutlak terhadapnya. Sedangkan kata nasta'iin diambil dari ikata isti'anaah, yakni mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup untuk dikerjakan dengan tenaga sendiri. (diambil dari http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/1)

 Akan tetapi setelah masalah atau musibah tersebut sudah dapat diatasi apakah ibadah dan sikap berserah diri kita tetap istiqomah seperti sebelumnya? Apa lagi saat kebahagian atau kesuksesan sedang berpihak kepada kita, rawan sekali kita lupa.. Muncul godaan untuk merayakan kesuksesan tersebut dengan berhura-hura. Hidup tidak hanya di dunia saja, lalu mengapa kita terfokus pada kebahagiaan di dunia? Saat  susah kita minta pertolongan Allah, lalu saat senang?

Saat baca Al Quran, aku tersentuh pada terjemahan surat Yunus ayat 24. Tersentuh, karena ini adalah suatu pelajaran buatku untuk tidak mengutamakan kepentingan duniawi yang dapat binasa.

[10:24] Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.
(diambil dari http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/1)

Kemudian pada cetakan Al Quran yang kubaca terdapat intisari ayat sebagai berikut :
Cinta kepada dunia lebih daripada cinta kepada Allah menyebabkan manusia lalai kepada perintah dan larangan-Nya. Itulah perbuatan yang sangat melampaui batas. Padahal kesenangan dunia itu rawan binasa, tidak ubahnya seperti tanaman yang tumbuh subur di tanah yang banyak curah hujannya lalu para pemilik tanaman itu yakin bahwa mereka akan menuainya esok hari, tiba-tiba malam harinya datang bencana badai yang melenyapkan tanaman itu. Demikian mudahnya kehidupan ini sirna dan hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu.
 Maha benar Allah dengan segala firman Nya. Mari kita ambil pelajaran dan kita amalkan apa yang dituliskan dalam ayat ini. Bahagia di dunia dan di akherat adalah sesuatu yang harus kita capai, namun jangan sampai kita terlalu terfokus pada kebahagiaan di dunia saja, karena kehidupan di dunia tidaklah kekal. 

Kembali pada diri sendiri... Sudah siapkah bekalku untuk di akherat kelak? Masih banyak dosa yang kuperbuat. Aku belum dapat menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain.. Masih banyak melalaikan perintahMu Ya Allah..

0 komentar:

 

Sample text

Sample Text

Sample Text